Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 diterbitkan dengan pertimbangan bahwa bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 perlu disesuaikan dengan kebutuhan percepatan program pembangunan kesehatan, penyelenggaraan transformasi sektor kesehatan, serta perubahan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan.
Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, menyatakan Beberapa Ketentuan dalam Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 9142) mengenai: a) tujuan dan sasaran strategis; b) kerangka regulasi; c) kerangka kelembagaan; dan d) target kinerja dan kerangka pendanaan, diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dinyatakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK - Permenkes) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025, menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya. Oleh karena itu perlu disusun rencana pembangunan berwawasan kesehatan yang berkesinambungan atau Health in All Policies (HiAPs), di mana seluruh komponen bangsa mempunyai tanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan, baik itu anggota masyarakat, pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan, maupun profesi. Seluruh pembangunan sektoral harus mempertimbangkan kontribusi dan dampaknya terhadap kesehatan.
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 menetapkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai paradigma pemikiran dasar pengelolaan administrasi pembangunan kesehatan yang harus diperkuat oleh kepemimpinan pada setiap level pemerintahan yang mampu menciptakan berbagai terobosan dan inovasi menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, regional dan global. Prinsip dasar pembangunan kesehatan terdiri atas perikemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, pemberdayaan dan kemandirian bagi setiap orang dan masyarakat, adil dan merata bagi setiap orang yang mempunyai hak yang sama, serta pengutamaan upaya dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengutamaan manfaat yang merupakan bagian dari butir Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Periode tahun 2020-2024 merupakan tahapan terakhir dari RPJPN 2005-2025, sehingga merupakan periode pembangunan jangka menengah yang sangat penting dan strategis. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 akan mempengaruhi pencapaian target pembangunan RPJPN, di mana pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income countries) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai bidang yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Tatanan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, khususnya dalam bidang kesehatan ditandai dengan:
1. terjaminnya ketahanan sistem kesehatan melalui kemampuan dalam melakukan pencegahan, deteksi, dan respons terhadap ancaman kesehatan global;
2. kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat yang ditunjukkan dengan jangkauan bagi setiap warga negara terhadap lembaga jaminan sosial yang lebih menyeluruh; dan
3. status kesehatan dan gizi masyarakat yang semakin meningkat serta proses tumbuh kembang yang optimal, yang ditandai dengan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dan Healthy Life Expectancy (HALE).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada RPJMN. Renstra Kementerian Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif memuat program-program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Kementerian Kesehatan.
Ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK - Permenkes) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa Penyusunan Renstra Kementerian Kesehatan dilaksanakan melalui pendekatan ilmiah (teknokratik), politik, partisipatif, atas-bawah (top-down), dan bawah-atas (bottom-up) yang meliputi proses: (1) teknokratik, (2) politik, dan (3) penetapan Renstra. Ketiganya akan menghasilkan dokumen: (1) Rancangan Teknokratik, (2) Rancangan Renstra, dan (3) Dokumen Renstra yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Melalui ketiga proses tersebut, maka penyusunan Renstra Kementerian Kesehatan menggunakan pendekatan teknokratik, mengacu pada RPJMN, serta akan mempertimbangkan pembagian tugas dengan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga lain terkait.
Sesuai dengan Pasal 14 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2019 disebutkan bahwa perubahan terhadap Renstra kementerian/lembaga dapat dilakukan sepanjang:
1. terdapat peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan perubahan Renstra kementerian/lembaga; dan/atau
2. adanya perubahan struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden mengenai struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi kementerian/lembaga.
Saat ini telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan, yang mengatur mengenai struktur organisasi Kementerian Kesehatan pada level eselon I beserta uraian tugas pokok dan fungsinya. Organisasi Kementerian Kesehatan ini merubah struktur program dan kegiatan Renstra Kementerian Kesehatan yang ditetapkan pada tahun 2020. Dengan demikian dibutuhkan perubahan Permenkes Nomor 21 tahun 2020 tentang Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024.
Sejak ditetapkannya Renstra Kementerian Kesehatan pada tahun 2020, telah terjadi disrupsi besar-besaran dalam kehidupan manusia bahkan pada skala global karena adanya pandemi COVID-19. Wabah COVID-19 yang kemudian diperkirakan akan menjadi endemik, memaksa pemerintah di seluruh dunia untuk menyesuaikan kebijakan sekaligus membangun konsep untuk perubahan cara hidup masyarakat.
Salah satu sektor yang terkait langsung dengan pandemi ini adalah sektor kesehatan. Pada konteks ini ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh Kementerian Kesehatan antara lain:
1. Kementerian Kesehatan memiliki tanggung jawab besar untuk pencapaiantarget strategi nasional di bidang kesehatan, yaitu kesehatan ibu dan anak,perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, GerakanMasyarakat Hidup Sehat (Germas) dan penguatan sistem kesehatan melalui transformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan terus melakukan terobosan dan inovasi guna percepatan pencapaian target nasional pada tahun 2024 dan target Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 di bidang kesehatan.
2. Pandemi COVID-19 telah menyadarkan seluruh pemangku kepentingan kesehatan bahwa:
a. kesehatan merupakan isu prioritas dan menekankan pentingnya ketahanan (resiliensi) sistem kesehatan.
b.adanya permasalahan sistemik yang harus diperbaiki, seperti:
1) biaya kesehatan yang terus meningkat, namun tidak efektif dan efisien dalam pemanfaatannya;
2) masih banyak permasalahan kesehatan yang persisten;
3) beragam tantangan dalam peningkatan kualitas layanan primer;
4) akses ke layanan rujukan yang masih terbatas;
5) ketergantungan kefarmasian dan alat kesehatan pada impor;
6) kebutuhan peningkatan deteksi dini dan surveilans, serta penguatan respons terhadap situasi krisis;
7) pengeluaran kesehatan yang masih berfokus pada upaya kuratif;
8) terdapat beragam skema pembiayaan kesehatan yang perlu diharmonisasikan;
9) kekurangan jumlah dan pemerataan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang berkualitas;
10) perencanaan kebutuhan dan pemetaan jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan belum terintegrasi dengan penyediaan dan pemenuhannya;
11) pemanfaatan teknologi digital yang masih terbatas; dan
12) keterbatasan layanan laboratorium kesehatan masyarakat yang memenuhi standar dalam upaya promotif dan preventif.
c. perlunya peningkatan kapasitas dan ketahanan sistem kesehatan Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit perlu mempertimbangkan kecepatan pemeriksaan sampel laboratorium dan ketepatan informasi hasil untuk mengetahui pola sebaran penyakit. Untuk itu diperlukan penguatan kapasitas laboratorium kesehatan masyarakat baik dari segi sarana prasarana dan SDM yang mempunyai kemampuan baik dari segi manajerial dan operasional laboratorium kesehatan masyarakat.
3. Adanya arahan dari Presiden Republik Indonesia kepada Kementerian Kesehatan tentang tiga hal, yaitu:
a. Percepatan pelaksanaan vaksinasi untuk mewujudkan herd immunity;
b.Penanganan pandemi secara lebih baik dan berkelanjutan; dan
c. Transformasi sektor kesehatan.
Kunci dalam menjawab tantangan di atas adalah reformasi sistem kesehatan nasional yang diterjemahkan oleh Kementerian Kesehatan kedalam transformasi kesehatan. Di samping itu, berbagai momentum menekankan kebutuhan akan transformasi, seperti:
1) Target perluasan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga mencapai 98% dari populasi dengan target cakupan perluasan Penerima Bantuan Iuran (PBI) mencapai 112,9 juta jiwa pada 2024;
2) Kebutuhan penggunaan teknologi digital yang semakin luas untuk berbagai sektor layanan, termasuk kesehatan; dan
3) Masyarakat sudah terbiasa dan mudah untuk berubah, dan bahkan akan selalu menuntut perubahan jika dirasakan perlu untuk perbaikan kualitas layanan umum.
Berdasarkan PMK - Permenkes Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, Perubahan Renstra Kementerian Kesehatan harus dilakukan sebagai rumusan operasional atas gagasan dan konsep transformasi tersebut. Substansi perubahan Renstra harus mencerminkan prinsip dan tujuan dari transformasi kesehatan. Renstra Kementerian Kesehatan diharapkan dapat menggambarkan kapasitas dan bentuk respons Kementerian Kesehatan dalam menjawab disrupsi dan tantangan di masa yang akan datang.
Perubahan Renstra Kementerian Kesehatan menjadi konsekuensi logis ketika sektor kesehatan akan bertransformasi. Perubahan tersebut mencakup 6 (enam) hal prinsip atau disebut sebagai pilar transformasi kesehatan yang juga merupakan bentuk penerjemahan reformasi sistem kesehatan nasional, yaitu:
1.Transformasi Layanan Primer, mencakup upaya promotif dan preventif yang komprehensif, perluasan jenis antigen, imunisasi, penguatan kapasitas dan perluasan skrining di layanan primer dan peningkatan akses, SDM, obat dan kualitas layanan serta penguatan layanan laboratorium untuk deteksi penyakit atau faktor risiko yang berdampak pada masyarakat;
2. Transformasi Layanan Rujukan, yaitu dengan perbaikan mekanisme rujukan dan peningkatan akses dan mutu layanan rumah sakit, dan layanan laboratorium kesehatan masyarakat;
3. Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan dalam menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah penyakit/kedaruratan kesehatan masyarakat, melalui kemandirian kefarmasian dan alat kesehatan, penguatan surveilans yang adekuat berbasis komunitas dan laboratorium, serta penguatan sistem penanganan bencana dan kedaruratan kesehatan;
4. Transformasi Pembiayaan Kesehatan, untuk menjamin pembiayaan yang selalu tersedia dan transparan, efektif dan efisien, serta berkeadilan;
5. Transformasi SDM Kesehatan, dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan jumlah, jenis, dan kapasitas SDM kesehatan; dan
6. Transformasi Teknologi Kesehatan, yang mencakup: (1) integrasi dan pengembangan sistem data kesehatan, (2) integrasi dan pengembangan sistem aplikasi kesehatan, dan (3) pengembangan ekosistem (teknologi kesehatan (regulasi/kebijakan yang mendukung, memberikan kemudahan/fasilitasi, pendampingan, pembinaan serta pengawasan yang memudahkan atau mendukung bagi proses pengembangan dan pemanfaatan teknologi kesehatan yang berkelanjutan) yang disertai peningkatan tatakelola dan kebijakan kesehatan.
Hasil survei cepat Kemenkes-UNICEF pada tahun 2020, menunjukkan penurunan layanan esensial kesehatan di awal pandemi COVID-19. Lebih dari 75% posyandu tidak melakukan pelayanan dan lebih dari 41% kunjungan rumah terhenti. Sebagian besar puskesmas melaporkan kurang dari 10% pelayanan yang terganggu kelangsungannya.
Kementerian Kesehatan bertugas melaksanakan pembangunan kesehatan yang berada di lingkup kewenangannya dan mengharmonisasikan pemangku kepentingan lain dalam rangka pencapaian target nasional pembangunan kesehatan, di mana masih terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi.
Salah satu kondisi dan tantangan terbesar dalam pencapaian pembangunan kesehatan nasional adalah adanya situasi pandemi COVID-19 yang telah memberikan guncangan dan tekanan terhadap seluruh tatanan masyarakat, dan memberikan beban tambahan dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan masyarakat. Namun hal ini juga memberikan pembelajaran akan pentingnya kesiapsiagaan sistem kesehatan serta kemampuan merespons kegawatdaruratan kesehatan masyarakat. Sekitar 70% dari penyakit infeksi baru pada manusia disebabkan oleh interaksi antara manusia dan lingkungannya, termasuk hewan (zoonosis). Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan geografis yang luas menyebabkan terbukanya transportasi di dalam negeri maupun antar negara yang dapat menyebabkan masuknya agen penyakit baru.
Secara umum, pembangunan kesehatan telah menyebabkan terjadinya berbagai kemajuan penting dalam meningkatkan status kesehatan. UHH orang Indonesia meningkat mengikuti tren kenaikan UHH global. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, UHH penduduk Indonesia telah mencapai 71,5 tahun, di mana UHH perempuan lebih tinggi 3 tahun dibandingkan dengan laki-laki (perempuan 73,5 tahun, laki-laki 69,6 tahun).
UHH tersebut naik dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 71,3 tahun. Pendekatan terbaru untuk melihat kualitas tahun hidup, dengan menggunakan tahun hidup berkualitas (HALE). Menurut data WHO tahun 2019, rerata HALE penduduk Indonesia adalah 62,8 tahun. Artinya terdapat 8,5 tahun yang hilang karena kualitas hidup yang buruk akibat menderita penyakit dan disabilitas.
Dalam membangun SDM yang berkualitas, selisih angka inilah yang harus diperkecil. Angka Kematian Ibu (AKI) telah menurun dari 346 kematian per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2010 (Sensus Penduduk 2010) menjadi 305 kematian per 100.000 KH pada tahun 2015 (SUPAS 2015). Angka Kematian Bayi (AKB) juga menurun dari 32 kematian per 1.000 KH pada tahun 2012 menjadi 24 kematian per 1.000 KH pada tahun 2017 (SDKI 2017). Prevalensi stunting pada balita dari 37,2% turun menjadi 30,8% di tahun 2018 (Riskesdas 2018), 27,7% pada tahun 2019 (SSGBI 2019), dan 24,4% pada tahun 2021 (SSGI, 2021). Sementara prevalensi wasting menurun dari 12,1% pada tahun 2013 menjadi 10,2% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018), 7,4% di tahun 2019 (SSGI, 2019) dan 7,1% di tahun 2021 (SSGI, 2021). Demikian pula prevalensi gemuk pada balita yang mengalami penurunan dari 11,8% menjadi 8% (Riskesdas 2018). Capaian tersebut didukung oleh berbagai upaya dalam rangka pemerataan akses pelayanan kesehatan di seluruh wilayah melalui peningkatan kinerja sistem kesehatan (upaya kesehatan, SDM kesehatan, farmasi dan alat kesehatan, pengawasan obat dan makanan), serta perlindungan finansial bagi penduduk. Namun demikian pencapaian tersebut belum on track, masih membutuhkan berbagai upaya percepatan sehingga target nasional tahun 2024 maupun target SDGs tahun 2030 dapat tercapai.
Di lain pihak, upaya penanganan penyakit menular masih menghadapi berbagai tantangan. Dari target 40% orang dengan HIV/AIDS yang menjalani terapi antiretroviral (ARV) pada tahun 2020, hanya tercapai sebesar 26,3%. Sementara, angka keberhasilan pengobatan pasien TB tercapai 83,1% dari target 90% pada tahun yang sama (kohort tahun 2019). Sedangkan 318 kabupaten/kota dari target 325 kabupaten/kota berhasil mencapai eliminasi malaria.
Dilihat dari beban penyakit (disease burden) yang diukur dengan Disability Life Years (DALYs) Loss, telah terjadi transisi epidemiologi dalam tiga dekade terakhir; penyakit menular/KIA/gizi telah menurun dari 51,6% pada tahun 1990 menjadi 20,8% pada tahun 2019, Penyakit Tidak Menular (PTM) naik dari 39,7% pada tahun 1990 menjadi 72,3% pada tahun 2019, serta cedera turun dari 8,7% pada tahun 1990 menjadi 6,9% pada tahun 2019. Prevalensi overweight/obesitas pada populasi usia >18 tahun meningkat dari 26,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013) menjadi 35,4% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Indonesia mengalami beban ganda, di satu sisi PTM naik dengan signifikan, namun masih dihadapkan pada penyakit menular yang belum tuntas.
Pada tahun 2022, laboratorium kesehatan masyarakat terdapat di 10.134 puskesmas, 233 Labkesda/BLK, 4 Lab BBLK, 10 Lab B/BTKL-PP, 2.878 Lab di RS, 1.056 Lab klinik swasta, 30 Lab B/BKPM, UTD, Lab Prof Sri Oemiyati, Lokalitbang, laboratorium yang berkaitan dengan faktor risiko B/B Veteriner, BBLitVet, BBRVP Salatiga dan sebagainya. Keberadaan laboratorium kesehatan masyarakat tersebut sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ketahanan kesehatan melalui pemeriksaan diagnostik penyakit dan faktor risiko yang berdampak pada masyarakat, sehingga diperlukan penguatan kapasitas laboratorium kesehatan masyarakat serta adanya kemitraan, koordinasi dan jejaring antar laboratorium dalam satu informasi yang terpadu dan teringerasi untuk menghasilkan suatu kebijakan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Meskipun capaian beberapa indikator pembangunan kesehatan mengalami peningkatan, namun situasi pandemi COVID-19 telah mengubah berbagai tatanan kehidupan di masyarakat dan memberikan beban ganda dan guncangan terhadap pelayanan kesehatan yang ada. Di satu sisi, pelayanan kesehatan untuk penanganan Pandemi COVID-19 menjadi prioritas utama, namun pelayanan kesehatan esensial lainnya harus tetap berjalan. Dengan demikian, menjadi penting pembahasan kondisi penanganan pandemi COVID-19 dan pembelajarannya dalam perubahan Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024.
Dinyatakan dalam PMK - Permenkes Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak pandemi COVID-19 terus berupaya untuk mempercepat penanganan pandemi COVID-19 melalui implementasi berbagai upaya di bidang kesehatan, yaitu:
a. Deteksi
Pada strategi deteksi ini memiliki fokus untuk (i) meningkatkan surveilans epidemiologi dengan tes skrining laboratorium, (ii) meningkatkan rasio kontak erat yang dilacak dengan melibatkan bintara pembina desa (Babinsa), (iii) surveilans genomik di daerah-daerah berpotensi lonjakan kasus.
b. Terapeutik
Cakupan strategi terkait terapeutik terdiri dari empat komponen yaitu: (i) konversi tempat tidur 30-40% dari total kapasitas rumah sakit dan pemenuhan sisi suplai (termasuk oksigen, alkes dan SDM), (ii) mengerahkan tenaga cadangan yaitu dokter internsip, koasisten/mahasiswa tingkat akhir untuk penanganan medis terkait pandemi, (iii) pengetatan syarat masuk rumah sakit untuk rawat inap, yaitu: (a) pasien dengan saturasi oksigen<95%, sesak napas, dan ketentuan darurat lainnya, (b) rumah sakit akan diawasi oleh tenaga aparat atau relawan, agar terjadi penyaringan kasus medis dengan kategori sedang, berat dan kritis yang dapat dirujuk ke rumah sakit, dan (iv) meningkatkan pemanfaatan isolasi terpusat.
c. Vaksinasi
Kegiatan vaksinasi dilakukan dengan cakupan strategi sebagai berikut: (i) pengalokasian vaksin sebesar 50% di daerah-daerah dengan kasus dan mobilitas tinggi, (ii) menyelenggarakan sentra vaksinasi di tempat yang mudah diakses oleh publik, (iii) memberlakukan sertifikat vaksinasi sebagai syarat perjalanan dan kegiatan di ruang/fasilitas publik, dan (iv) melakukan percepatan vaksinasi pada kelompok rentan, termasuk lansia dan masyarakat dengan penyakit penyerta (comorbid).
d. Perubahan Perilaku
Hal terpenting dari strategi penanganan pandemi COVID-19 adalah perubahan perilaku hidup bersih dan sehat di dalam masyarakat. Beberapa cakupan strategi untuk mendukung perubahan perilaku tersebut yaitu: (i) implementasi kebijakan terkait pendisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan (seperti pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-4), (ii) peningkatan literasi perilaku hidup sehat masyarakat, dan (iii) pemanfaatan teknologi digital dalam mendukung implementasi protokol kesehatan secara masif.
Dalam hal pembelajaran terkait penanganan pandemi COVID-19 untuk perbaikan atau peningkatan kualitas Kebijakan Rencana dan Program (KRP) pada konteks kesehatan, Kementerian PPN/Bappenas dan WHO telah melakukan studi pembelajaran terkait COVID-19 yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam proses penyusunan RKP maupun ketika penyusunan strategi yang berfokus pada:
1. Kapasitas Sistem Ketahanan Kesehatan
Sebagai negara kepulauan dengan disparitas yang tinggi, Indonesia perlu memperkuat sistem ketahanan kesehatan secara integratif dan holistik untuk mengurangi ancaman krisis epidemi dan pandemi dengan fokus pada perbaikan kesiapan (preparedness) pada kejadian kedaruratan kesehatan, khususnya sistem surveilans yang terintegrasi, kecepatan dan ketepatan pemeriksaan sampel laboratorium kesehatan masyarakat, manajemen data dengan SDM yang kompeten, termasuk pengembangan SDM untuk laboratorium rujukan yang didukung dengan penguatan pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan. Integrasi dan sinkronisasi data dan kebijakan pusat dan daerah dalam sistem surveilans (data, testing, tracing, isolating, dsb) menjadi aspek yang sangat penting dan kritis dalam penanganan pandemi.
2. Kapasitas Pelayanan Kesehatan
Tingginya disparitas kapasitas maupun kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, dihadapkan pada beban ganda, baik dalam penanganan pandemi COVID-19 serta menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan esensial. Konteks pelayanan kesehatan ini memiliki spektrum yang luas, mulai dari kapasitas manajemen logistik, fasilitas rawat inap, ruang isolasi negatif/non-negatif, dan fasilitas isolasi mandiri, penerapan early warning system, hingga mobilisasi sumber daya finansial dan non-finansial yang menjadi tumpuan dalam pemberian layanan kesehatan.
3. Upaya Promotif dan Preventif
Literasi masyarakat terhadap kesehatan tercermin dari tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan yang dapat menjadi tolok ukur keberhasilan upaya promosi melalui strategi komunikasi yang efektif. Penguatan pendekatan modal sosial dan budaya diperlukan untuk mendorong kreativitas dan kearifan lokal dalam menjalankan upaya promotif dan preventif di tingkat komunitas, utamanya dalam rangka mendorong perubahan perilaku konsisten melaksanakan 3M di masing-masing wilayah.
4.Manajemen Risiko
Manajemen risiko memerlukan kapasitas komunikasi yang memadai,mobilisasi sumber daya yang akuntabel serta kelembagaan dan koordinasilintas sektor yang kuat. Terbangunnya kepercayaan masyarakat danhadirnya pemerintah yang tegas dalam pemberian informasi, dapat menjadirujukan dasar informasi. Sehingga diperlukan peningkatan kualitas model komunikasi dan kanal informasi yang terintegrasi dan terpercaya untukmenunjang kebijakan yang lebih proaktif.
Ancaman kesehatan masyarakat lainnya yang tidak dapat diabaikan adalah ancaman dalam bentuk risiko biologi, kimia, terorisme, radio-nuklir, penyakit zoonosis (penyakit tular hewan), kedaruratan kesehatan masyarakat, dan ancaman penyakit yang baru muncul (new emerging diseases).
Berdasarkan capaian-capaian pembangunan kesehatan di atas dan pembelajaran dari pandemi COVID-19, diperlukan penguatan sistem kesehatan mencakup pelayanan primer, pelayanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK - Permenkes) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, bahwa Visi Nasional pembangunan jangka panjang adalah terciptanya manusia yang sehat, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia serta masyarakat yang makin sejahtera dalam pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur sesuai dengan RPJPN 2005-2025, Presiden terpilih sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024 telah menetapkan Visi Presiden 2020-2024: “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, Berlandaskan Gotong Royong”.
Untuk melaksanakan visi Presiden 2020-2024 tersebut, Kementerian Kesehatan menjabarkan visi Presiden di bidang kesehatan, yaitu “Menciptakan Manusia yang Sehat, Produktif, Mandiri dan Berkeadilan”. Pembangunan manusia dilakukan berlandaskan pada Tiga Pilar Pembangunan, yakni, (i) layanan dasar dan perlindungan sosial, (ii) produktivitas, dan (iii) pembangunan karakter. Melalui tiga pilar ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM menjadi sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan mempunyai peran sentral sebagai fondasi dalam peningkatan kualitas SDM, khususnya terkait aspek pembangunan sumber daya manusia sebagai modal manusia (human capital).
Apa Misi Kementerian Kesehatan? Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK - Permenkes) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, dalam rangka mencapai terwujudnya visi Presiden yakni: “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, Berlandaskan Gotong Royong”, maka telah ditetapkan 9 (sembilan) misi Presiden tahun 2020-2024, yakni: 1) Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia; 2) Penguatan Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri dan Berdaya Saing; 3) Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan; 4) Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan; 5) Kemajuan Budaya yang Mencerminkan Kepribadian Bangsa; 6) Penegakan Sistem Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya; 7) Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga; 8) Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya; 9) Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan.
Guna mendukung peningkatan kualitas manusia Indonesia, termasuk penguatan struktur ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing khususnya di bidang farmasi dan alat kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menjabarkan misi Presiden Tahun 2020-2024 atau visi misi Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024, yakni sebagai berikut:
1. Meningkatkan Kesehatan Reproduksi, Ibu, Anak, dan Remaja;
2. Perbaikan Gizi Masyarakat;
3. Meningkatkan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
4. Pembudayaan GERMAS;
5. Memperkuat Sistem Kesehatan.
Untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi Kementerian Kesehatan di atas, maka ditetapkan tujuan yang akan dicapai selama periode 2020-2024 sebagai berikut:
1. Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Primer yang Komprehensif dan Berkualitas, serta Penguatan Pemberdayaan Masyarakat;
2. Tersedianya Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas;
3. Terciptanya Sistem Ketahanan Kesehatan yang Tangguh;
4. Terciptanya Sistem Pembiayaan Kesehatan yang Efektif, Efisien dan Berkeadilan;
5. Terpenuhinya SDM Kesehatan yang Kompeten dan Berkeadilan;
6. Terbangunnya Tata Kelola, Inovasi, dan Teknologi Kesehatan yang Berkualitas dan Efektif.
Selengkapnya silahkan download dan baca Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024. Link download PMK - PERMENKES) NOMOR 13 TAHUN 2022 (DISINI)
Demikian informasi tentang Peraturan Menteri Kesehatan (PMK - Permenkes) Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.